Rabu, 21 Juli 2010

Sectio Cecarea”


A. Pengertian
Sectio cecarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan cara membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut atau vagina (Mochtar 1998). Menurut Wiknjosastro (2002) sectio cecarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.
Mansjoer (1999) berpendapat bahwa sectio cecarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan rahim. Ahli lain berpendapat bahwa sectio cecarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba 1998).
Operasi caesar atau sering disebut seksio sesarea menurut Adjie (2002) adalah melahirkan janin melalui janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim. Operasi Caesar atau sectio caesaria adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara mengiris perut hingga rahim seorang ibu untuk mengeluarkan bayi (Apa itu operasi caesar 2007).

B. Klasifikasi
Klasifikasi sectio cecarea menurut Manuaba (1999) yaitu
1. Sectio cecarea klasik menurut Sanger
Sectio cecarea ini lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah rahim, memanjang pada korpus uteri dilakukan dengan sayatan kurang lebih 10 cm, dengan indikasi :
a. Sectio cecarea yang diikuti dengan sterilisasi
b. Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi robekan segmen bawah rahim dan perdarahan
c. Dada letak lintang
d. Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul (PAP)
e. Grande multipara yang diikuti dengan histerektomi.
Keuntungan dilakukan sectio cecarea klasik yaitu mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas. Sedangkan kerugian dilakukan sectio cecarea klasik antara lain kesembuhan luka operasi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptura uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar dan kemungkinan terjadinya perlengketan dengan dinding abdomen lebih besar.
2. Sectio cecarea transperitoneal profunda (SCTP) menurut Kehrer
Sectio cecarea dengan insisi melintang konkaf pada segmen bawah rahim. Indikasi yang berasal dari ibu antara lain primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai dengan preterm, kelainan letak, cephalopelvic disproportion (CPD), kesempitan panggul, kehamilan yang disertai penyakit seperti penyakit jantung serta diabetes melitus (DM).
Indikasi yang berasal dari janin antara lain gawat janin, malposisi dan malpresentasi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil dan kegagalan persalinan vakum atau forcep ekstraksi. Keuntungan dilakukan SCTP antara lain segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan lebih baik serta tidak banyak menimbulkan perlekatan. Sedangkan kerugiannya meliputi terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin dan terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan.
3. Sectio cecarea hiserektomi menurut Porro
Operasi sectio cecarea histerektomi ini dilakukan secara histerektomi supra vaginal untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin dengan indikasi sectio cecarea disertai infeksi, atonia uteri dan perdarahan, solusio plasenta dan disertai tumor pada otot rahim.
4. Sectio cecarea ekstra peritoneal
Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena perkembangan antibiotika dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi yang dapat ditimbulkannya. Tujuan dari sectio cecarea ini adalah menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat diluar uterus.

C. Indikasi
Menurut Saifuddin (2001), ada dua indikasi dalam penentuan sectio cecarea yaitu :
1. Indikasi ibu antara lain disproporsi kepala panggul (CPD), cistosia jaringan lunak, disfungsi uterus dan plasenta previa
2. Indikasi janin antara lain janin besar, gawat janin dan letak lintang.
Menurut statistik tentang 3509 kasus sectio cecarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlin (1968), indikasi sectio cecarea adalah disporposi janin panggul, gawat janin, plasenta previa, pernah dilakukan sectio cecarea, kelainan letak, incoordinate uterin action serta pre-eklampsia dan hipertensi (Wiknjosastro 2002).
Operasi caesar hanya boleh bila ari-ari menutup jalan lahir (plasenta previa), Bayinya besar, umumnya punya berat lebih dari 4,2 kg (macrosomia)., Letak bayi melintang atau sungsang, Proporsi panggul ibu dengan kepala bayi yang tidak pas, sehingga dikhawatirkan persalinan macet (cephalo pelvic disproportion/CPD), Kepala bayi lebih besar dari ukuran normal (hidrosefalus), Detak jantung janin melambat (fetal distress), Ibu hamil menderita herpes genital, hipertensi, dan AIDS, Tali pusar bayi putus, Proses persalinan normal berlangsung lama sehingga terjadi kelelahan persalinan atau terjadi kegagalan persalinan normal (dystosia) (Apa itu operasi caesar 2007).

D. Kontraindikasi
Menurut Oxorn (1996), kontra indikasi dilakukan sectio cecarea yaitu :
1. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2. Kalau janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio cecarea ektra peritoneal tidak tersedia
3. Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan atau kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai.

E. Komplikasi
Komplikasi dilakukannya sectio cecarea menurut Wiknjosastro (2002) antara lain :
1. Infeksi puerperal, dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
c. Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2. Perdarahan disebabkan oleh banyak pembuluh darah yang terputus, terbuka, atonia uteri serta perdarahan pada placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan bila reperitoneali
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan sekarang.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ibu post partum sectio cecarea menurut Hamilton (1995), Mochtar (1998), Manuaba (1999), dan Saifuddin (2002) adalah :
1. Observasi kesadaran penderita
a. Pada anestesi lumbal, kesadaran penderita baik oleh ahli bedah karena ibu dapat mengetahui hampir semua proses persalinan
b. Pada anestesi umum, pulihnya kesadaran oleh ahli bedah diatasi dengan memberikan oksigen menjelang akhir operasi.
2. Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital (TTV)
a. Pengukuran meliputi tensi, nadi, suhu, pernafasan (tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikutnya dan selanjutnya tiap jam). Keseimbangan cairan melalui produksi urin dengan perhitungan (produksi urin normal 500-600 cc, pernafasan 500-600 cc, penguapan badan 900-1000 cc). Pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20 tetes permenit (1 cc permenit), infus setelah operasi sekitar 2 x 24 jam.
b. Pemeriksaan paru meliputi (kebersihan jalan nafas, ronkhi basah untuk mengetahui adanya edema perut), bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus), perdarahan lokal pada luka operasi, kontraksi rahim untuk menutup pembuluh darah dan perdarahan pervaginam.
c. Perawatan luka insisi
1. Luka insisi dibersihkan di desinfeksi lalu ditutup dengan kain penutup luka, secara periodik luka dibersihkan dan diganti.
2. Jahitan diangkat pada hari ke 6-7 post operasi, diperhatikan apakah luka sembuh atau dibawah luka terdapat eksudat. Jika luka dengan eksudat sedikit ditutup dengan band aid operative dressing. Luka dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmated swaba, sedangkan luka dengan eksudat banyak ditutup dengan surgical pads atau dikompres dengan cairan suci hama lainnya, sedangkan untuk memberikan kenyamanan bergerak bagi penderita sebaiknya pakai gurita.
d. Diit
1. Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah pasien flatus, lalu dimulai dengan pemberian makanan dan minuman oral.
2. Pemberian sedikit minum sudah dapat diberikan 6-10 jam pasca bedah berupa air putih atau air teh.
3. Setelah cairan infus dihentikan berikan makanan bubur saring, minum air buah dan susu kemudian secara bertahap makanan lunak dan nasi biasa
4. Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari, makan dengan diit berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, vitamin yang cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil zat besi selama 40 hari pasca operasi atau persalinan dan kapsul vitamin A (200.000 unit).
e. Nyeri
Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama nyeri masih dirasakan di daerah operasi, untuk mengurangi nyeri diberikan obat anti nyeri, penenang seperti pethidin IM dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara infus. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang sendiri.
f. Mobilisasi
1. Mobilisasi secara bertahap berguna untuk membantu penyembuhan penderita secara psikologis. Hal ini memberikan kepercayaan pada penderita bahwa dia mulai sembuh.
2. Miring ke kanan dan kekiri dimulai 6-10 jam pasca operasi (setelah sadar)
3. Hari ke 2 penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari ke 3-5 mulai berjalan
g. Eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menghalangi involusi uterus karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap. Bila tidak dipasang, dilakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca operasi, kecuali jika pasien dapat kencing sendiri sebanyak 8-9 jam. Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah melahirkan karena edema pre-persalinan, diit cairan, obat-obatan dan analgetika selama persalinan. Diharapkan bila belum BAB anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi buah dan sayuran, minum air dalam jumlah lebih dari biasa, berikan obat pelunak feses, laksatif ringan atau suposituria sesuai instruksi.
h. Obat-obatan
1. Antibiotik, kemotherapi dan anti inflamasi
a) Sebelum dilakukan uji biakan dan uji kepekaan, pilih antibiotik pembunuh kuman gram negatif sebagai obat suntikan dan pembunuh gram positif sebagai obat oral
b) Setelah uji biakan dan uji kepekaan diketahui, beri obat berpedoman pada hasil tersebut
c) Dosis obat harus tepat, adekuat dan berspektrum kuat.
2. Obat pencegah kembung
Digunakan untuk mencegah perut kembung dan memperlancar kerja saluran pencernaan, contohnya Alinamin F, Prostigmin, Perimperan
3. Obat lain
Untuk meningkatkan vitalis dan keadaan umum penderita dapat diberikan roborantia dan anti inflamasi. Bila pasien anemia diberi transfusi, hal ini disebabkan pembedahan banyak darah yang hilang, baik dari luka insisi maupun dari luka bekas menempelnya plasenta.
i. Perawatan rutin
Setelah operasi, dokter bedah dan anestesi telah membuat pemeriksaan rutin bagi penderita pasca bedah yang diteruskan pada dokter atau perawat dikamar tempat penderita dirawat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran adalah tekanan darah, jumlah nadi per menit, frekuensi pernafasan per menit, jumlah cairan masuk dan keluar (rutin), suhu badan, pemantauan tinggi fundus uteri (TFU) dan kontraksi uterus.
j. Lochea
Lochea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Intervensi yang dilakukan antara lain perawatan luka yaitu dilakukan pada waktu pagi dan sore sebelum mandi, sesudah BAB atau buang air kecil (BAK) dan bila penderita merasa tidak nyaman karena lochea berbau atau keluhan rasa nyeri.
k. Payudara
Pada masa nifas payudara dilakukan secara rutin dengan menjaga payudara tetap bersih dan kering. Payudara dibersihkan setiap hari sebelum mandi dengan air bersih tanpa sabun untuk mengurangi resiko infeksi, menggunakan bra yang menyokong payudara. Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada puting susu setiap kali selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
l. Hubungan seksual
Secara fisik aman memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
m. Kembalinya menstruasi
Menstruasi biasanya terjadi 12 minggu post partum pada wanita yang tidak menyusui dan 36 minggu post partum pada yang menyusui.
n. Keluarga Berencana
Masa post partum merupakan masa yang paling baik untuk menawarkan kontrasepsi karena pada saat ini motivasi penggunaannya lebih tinggi.
o. Nasihat pasca operasi
Hal-hal yang dianjurkan pasca operasi antara lain dianjurkan jangan hamil selama kurang lebih satu tahun dengan memakai kontrasepsi, kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik, bersalin ke rumah sakit yang besar

G. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2001), fokus pengkajian pasien dengan sectio cecarea yaitu :
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosi dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran dalam pengalaman kelahiran, mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
c. Eliminasi
Kateter mungkin terpasang, urine jernih, pucat, bising usus tidak ada samar atau jelas.
d. Makanan atau cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan distensi pada awal.
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma abdomen bedah atau insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen dan efek-efek anestesia.
g. Pernafasan
Bunyi paru jelas vesikuler.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus, aliran lochea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak.
i. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap, hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan dari kadar pre-operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan, sedangkan urinalisis, kultur urine, darah vaginal dan lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar